SURAT KETERANGAN PENDAMPING
IJAZAH
Dalam
upaya menciptakan kesetaraan serta pengakuan internasional maka Indonesia telah
meratifikasi berbagai konvensi internasional dalam berbagai sektor, misalnya
perdagangan, ekonomi, lingkungan dan pendidikan. Beberapa konvensi
internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, seperti GATS (General Agreement on Trade in Services –
5 April 1994), WTO (World Trade
Organization – 1 Januari 1995), AFTA (Asean
Free Trade Area - 1992 ), Regional
Convention, serta the Recognition of Studies, Diplomas and Degrees In Higher Education
in Asia and the Pacific (16 Desember 1983 yang kemudian diperbaharui
tanggal 30 Januari 2008) mempunyai
cakupan yang jelas tentang perlunya kesepamahaman internasional dalam sektor
ketenagakerjaan yang terkait dengan sektor-sektor ekonomi, perdagangan serta
pendidikan.
Atas
dasar prinsip kesetaraan internasional untuk sektor ketenagakerjaan dan
pendidikan, maka Indonesia didorong untuk mengembangkan suatu sistem
kualifikasi ketenagakerjaan yang dapat dipahami dan disepakati oleh
negara-negara yang tercakup dalam konvensi-konvensi internasional tersebut. Di
satu sisi kesetaraan internasional ini akan memberikan kesempatan mobilitas
yang lebih luas bagi tenaga kerja Indonesia untuk bekerja di negara-negara
lain, menciptakan pengakuan kesetaraan internasional terhadap ijazah atau
sertifikat kompetensi yang dihasilkan oleh institusi pendidikan dan pelatihan
di dalam negeri, serta mempermudah pertukaran pelajar, mahasiswa atau pakar
dari Indonesia ke negara lain. Akan
tetapi di sisi lain penetrasi tenaga kerja dan pakar asing ke Indonesia juga
tidak dapat dibendung lagi. Kondisi ini mendorong Indonesia untuk segera
mengambil langkah-langkah strategis dalam mengantisipasi implikasi merugikan
dari ratifikasi konvensi-konvensi internasional tersebut.
Salah
satu langkah strategis dalam mengantisipasi pengakuan kualifikasi
ketenagakerjaan dan pendidikan, pemerintah Indonesia telah menyusun Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dalam bentuk Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 8 tahun 2012 dan kemudian diperkuat oleh UU Nomor 12 tahun 2012
tentang Pendididikan Tinggi.
Dalam
Nomor 8 tahun 2012 tentang KKNI Pasal 5
Peraturan Presiden Republik Indonesia, dinyatakan bahwa:
Penyetaraan
capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan dengan jenjang
kualifikasi pada KKNI terdiri atas:
a.
lulusan SMA dan SMK paling rendah setara
dengan jenjang 2;
b.
lulusan Diploma 1 paling rendah setara dengan
jenjang 3;
c.
lulusan Diploma 2 paling rendah setara dengan
jenjang 4;
d.
lulusan Diploma 3 paling rendah setara dengan
jenjang 5;
e.
lulusan Diploma 4, Sarjana,
dan Sarjana Terapan paling rendah setara dengan jenjang 6;
f.
lulusan Magister dan Magister Terapan paling
rendah setara dengan jenjang 8;
g.
lulusan Doktor dan Doktor Terapan paling
rendah setara dengan jenjang 9;
h.
lulusan pendidikan profesi setara dengan
jenjang 7 atau 8;
i.
lulusan pendidikan spesialis setara dengan
jenjang 8 atau 9.
Selanjutnya Pasal 29 UU Nomor 12 tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa:
(1)
Kerangka Kualifikasi Nasional
merupakan penjenjangan capaian pembelajaran yang menyetarakan luaran bidang
pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja dalam rangka
pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.
(2)
Kerangka Kualifikasi Nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan pokok dalam penetapan
kompetensi lulusan pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan pendidikan
profesi.
(3)
Penetapan kompetensi lulusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Keberadaan
regulasi yang dapat menjamin akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan sangat
penting mengingat besarnya jumlah institusi pendidikan di Indonesia. Terdapat
lebih dari 18.000 SMA dan SMK serta 3.216 perguruan tinggi dengan 17.000
program studi (data tahun 2011-2012) yang beroperasi di Indonesia. Jumlah
institusi pendidikan formal ini masih ditambah lagi dengan ribuan institusi
atau lembaga pendidikan informal, nonformal serta lembaga-lembaga pelatihan
ketenagakerjaan yang tersebar di seluruh tanah air.
Kedua
pasal yang diutarakan di atas relevan untuk mengatur accountability dan compatibility dari luaran
beragam pendidikan yang diselenggarakan. Upaya-upaya untuk memperbaiki
akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan dan penyetaraan kualifikasi lulusan di
Indonesia semakin dituntut karena masih ditengarainya hal-hal berikut:
(1)
adanya kesenjangan mutu atau
capaian pembelajaran antar lulusan sekolah menengah atas atau lulusan peguruan
tinggi;
(2)
masalah koordinasi antara
pemerintah pusat dan daerah dalam sinkronisasi capaian pembelajaran antara
sekolah menengah atas dan perguruan tinggi secara berkelanjutan;
(3)
ragam jalur pendidikan dan
pelatihan yang ada di Indonesia dengan karakteristik serta capaian pembelajaran
yang beragam pula;
(4)
belum terbangunnya saling
pengakuan atau kesetaraan kualifikasi antara institusi penyelenggara pendidikan
atau pelatihan yang memiliki kebutuhan serta sasaran yang berbeda-beda;
(5)
keterbatasan yang dimiliki
oleh lembaga-lembaga penjaminan mutu internal maupun eksternal untuk melakukan
kajian mutu (quality assessment)
secara periodik; dan
(6)
kesenjangan komunikasi, informasi atau umpan
balik dari pihak pengguna lulusan.
Permasalahan-permasalahan
tersebut di atas menunjukkan bahwa pengembangan suatu sistem kesetaraan
kualifikasi dari semua luaran pendidikan dan pelatihan di Indonesia harus dapat
mengantisipasi 4 (empat) hal pokok yaitu:
(1)
sinkronisasi kebijakan lintas
kementerian serta antar lembaga atau asosiasi yang terkait dengan
ketenagakerjaan;
(2)
penyelarasan mutu capaian
pembelajaran dari institusi atau lembaga penyelenggara pendidikan dan
pelatihan;
(3)
koordinasi dan sinkronisasi
lembaga-lembaga penjaminan mutu yang telah ada maupun yang akan dikembangkan
kemudian; dan
(4)
menjamin terbentuknya
kerjasama dan komunikasi yang berkesinambungan antar stakeholders ketenagakerjaan di Indonesia.
Dalam
lingkungan KEMENRISTEK-DIKTI sendiri dibutuhkan pula adanya sinkronisasi luaran
antara jenis pendidikan formal, nonformal, informal termasuk kesetaraannya
dengan kriteria dan kebutuhan dunia kerja. Karakteristik serta proses
pendidikan pada jenis-jenis pendidikan tersebut perlu dikaji secara lebih
komprehensif melalui program-program kegiatan lintas direktorat jenderal.
Selain
itu kriteria yang ditetapkan oleh pengguna lulusan untuk berbagai jenis
pendidikan yang ada juga beragam sehingga secara paralel diperlukan pula
kerjasama lintas kementerian, kerjasama antara pemerintah dengan industri,
asosiasi profesi dan kelompok masyarakat pengguna lulusan.
Berdasarkan aspek legal UU no 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 12 ayat
(1)
huruf e dan f dan UU no 12
tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 6 huruf h dimana ditetapkan bahwa
sistem pendidikan di Indonesia menganut Sistem Terbuka yaitu pendidikan harus
diselenggarakan dengan fleksibilitas dalam pemilihan jalur pendidikan dan waktu
penyelesaian program lintas satuan atau jalur pendidikan (multi entry-multi exit system).
Peserta didik dapat belajar sambil bekerja serta mengikuti pembelajaran tatap
muka atau jarak jauh. Pelaksanaan
undang-undang ini menimbulkan konsekuensi bahwa pengembangan kerangka
kualifikasi yang mencakup bidang pendidikan hendaknya mampu pula memberi
peluang seluas-luasnya bagi setiap individu untuk memperoleh kesetaraan jenjang
kualifikasi melalui setiap jalur atau berpindah jalur pendidikan sesuai dengan
pilihanya masing-masing. Oleh karena itu kerangka kualifikasi yang akan
dikembangkan hendaknya mencakup pula sistem Rekognisi Pembelajaran Lampau atau
RPL (Recognition of Prior Learning) sedemikian sehingga
dapat menjamin terjadinya fleksibilitas pengembangan karir atau peningkatan jenjang kualifikasi.
Untuk
mempertegas pengakuan terhadap aplikasi dari Sistem Terbuka, maka Pasal 38-40 UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa:
Perpindahan
dan Penyetaraan
Pasal
38
(1)
Perpindahan Mahasiswa dapat
dilakukan antar Program Studi pada program Pendidikan yang sama; jenis
Pendidikan Tinggi; dan/atau Perguruan Tinggi.
(2)
Ketentuan mengenai perpindahan Mahasiswa
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 39
(1)
Lulusan pendidikan vokasi
atau lulusan pendidikan profesi dapat melanjutkan pendidikannya pada pendidikan
akademik melalui penyetaraan.
(2)
Lulusan pendidikan akademik
dapat melanjutkan pendidikannya pada pendidikan vokasi atau pendidikan profesi
melalui penyetaraan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyetaraan lulusan pendidikan vokasi atau lulusan pendidikan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyetaraan lulusan pendidikan akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 40
(1)
Lulusan Perguruan Tinggi
negara lain dapat mengikuti Pendidikan Tinggi di Indonesia setelah melalui
penyetaraan.
2)
Ketentuan mengenai
penyetaraan lulusan Perguruan Tinggi negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Sampai
saat ini secara terpisah-pisah proses penyelarasan awal telah dilakukan dan
melahirkan beberapa kesepakatan antara KEMENRISTEK-DIKTI dengan kementerian
lain seperti misalnya KEMNAKER atau KEMENKES. Hal yang sama juga telah
dilakukan secara terpisah tentang penyetaraan kualifikasi capaian pembelajaran
jenis pendidikan vokasi untuk tingkat SMK atau Diploma dengan asosiasi profesi
atau asosiasi industri tertentu. Proses penyelarasan tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan deskripsi KKNI dalam bentuk persandingan capaian
pembelajaran.
Mengkaji
pendidikan antar Negara, maka kondisi berikut semakin menguatkan perlunya
Kerangka Kualifikasi Nasional yang levelnya dideskripsikan dalam bentuk suatu
capaian pembelajaran (learning outcomes)
yang berhasil diperoleh peserta didik dari suatu program pendidikan.
Country
|
Bachelor
|
Master
|
|||
Cycle length
|
Credit range
|
Cycle
length
|
Credit
range
|
||
EU
|
3–4 years
|
180–240
|
1.5–2 years
|
90–120
|
|
China
|
4 years
|
140–180
|
2 years
|
15
|
|
Indonesia
|
4 years
|
144–166
|
2 years
|
36–50
|
|
Japan
|
4 years
|
124
|
2 years
|
30
|
|
R.
of. Korea
|
4 years
|
130–140
|
2 years
|
||
Malaysia
|
3 years
|
120
|
1 year
|
40
|
|
Singapore
|
3–4 years
|
1–3 years
|
|||
Thailand
|
4 years
|
120–180
|
2 years
|
36
|
|
Vietnam
|
4 years
|
120–220
|
3 years
|
30–55
|
|
Sumber: First Draft Stocktaking Report of
the ASEM Education Secretariat
Perbedaan
durasi studi telah menyebabkan kesulitan dalam saling pengakuan dan dalam
melakukan program kerja sama bergelar. Untuk itu, deskripsi capaian
pembelajaran yang dituangkan dalam suatu Surat Keterangan Pendamping ijazah
(SKPI) menjadi sangat penting sebagai metode atau alat berkomunikasi antar
kualifikasi.
Dari
sisi KEMENRISTEK-DIKTI, implementasi KKNI dimulai dengan proses mendeskripsikan
kualifikasi lulusan suatu program pendidikan secara jelas dan terukur serta
secara transparan dapat dipahami oleh pihak penghasil dan pengguna tenaga kerja
baik di tingkat nasional, regional maupun internasional. Luaran dari proses ini
adalah deskripsi capaian pembelajaran dari program studi yang kemudian secara
legal dituangkan dalam SKPI.
Dengan
terbitnya SKPI, maka implementasi kebijakan KKNI tersebut akan secara
substansial mendorong pengembangan sistem penjaminan mutu yang mampu melakukan
fungsi pemantauan (monitoring) dan
pengkajian (assessment) terhadap PT
penghasil lulusan serta badan atau lembaga yang terkait dengan proses-proses
penyetaraan capaian pembelajaran dengan jenjang kualifikasi yang sesuai. Dampak
lebih lanjut dari pengembangan sistem penjaminan mutu yang mengevaluasi outcomes dari suatu program pendidikan
adalah peningkatan integrasi dan koordinasi badan atau lembaga penjaminan atau
peningkatan mutu yang telah ada, baik SPMI maupun yang bersifat eksternal
seperti misalnya BSNP, BAN, BNSP, LSP dan lain-lain.
Surat Keterangan Pendamping Ijazah
(SKPI) atau Diploma Supplement adalah surat pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh
Perguruan Tinggi, berisi informasi tentang pencapaian akademik atau kualifikasi
dari lulusan pendidikan tinggi bergelar. Kualifikasi lulusan diuraikan dalam
bentuk narasi deskriptif yang menyatakan capaian pembelajaran lulusan pada
jenjang KKNI yang relevan, dalam suatu format standar yang mudah dipahami oleh
masyarakat umum. SKPI bukan pengganti dari ijazah dan bukan transkrip akademik.
SKPI juga bukan media yang secara otomatis memastikan pemegangnya mendapatkan
pengakuan.
SKPI
mula-mula dikembangkan oleh UNESCO pada tahun 1979. Selanjutnya, pada tahun
2003, ENQA menyatakan bahwa SKPI yang dikembangkan oleh European Commission,
Council of Europe dan UNESCO mempunyai tujuan untuk meningkatkan transparansi
kualifikasi akademik dan profesi yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.
Selanjutnya, ijazah lulusan perguruan tinggi di Eropa yang lulus pada tahun
2005 sudah dilengkapi oleh SKPI. Mahasiswa di Eropa yang lulus dari Sekolah
Vokasi atau peserta Program Pelatihan juga menerima sejenis SKPI yang disebut
dengan Europass Certificate Supplement.
Para
pemberi kerja atau institusi pendidikan tinggi di luar Eropa sangat terbantu
dengan adanya Europass Certificate
Supplement dalam memahami kemampuan kerja dari pemegang sertifikat tersebut
atau posisi kualifikasinya dalam Eropean
Qualification Framework sehingga mudah dipersandingkan dengan kualifikasi
orang lain yang berasal dari sistem pendidikan yang berbeda.
Manfaat SKPI
Untuk lulusan
1.
Merupakan dokumen tambahan
yang menyatakan kemampuan kerja, penguasaan pengetahuan, dan sikap/moral
seorang lulusan yang lebih mudah dimengerti oleh pihak pengguna di dalam maupun
luar negeri dibandingkan dengan membaca transkrip;
2.
Merupakan penjelasan yang
obyektif dari prestasi dan kompetensi pemegangnya; dan
3.
Meningkatkan kelayakan kerja
(employability) terlepas dari
kekakuan jenis dan jenjang program studi.
Untuk institusi pendidikan tinggi
1.
Menyediakan penjelasan
terkait dengan kualifikasi lulusan, yang lebih mudah dimengerti oleh masyarakat
dibandingkan dengan membaca transkrip;
2. Meningkatkan akuntabilitas
penyelenggaraan program dengan pernyataan capaian pembelajaran suatu program
yang transparan. Pada jangka menengah dan panjang, hal ini akan meningkatkan “trust” dari pihak lain dan sustainability dari institusi;
3.
Menyatakan bahwa institusi
pendidikan berada dalam kerangka kualifikasi nasional yang diakui secara
nasional dan dapat disandingkan dengan program pada institusi luar negeri
melalui qualification framework
masing-masing negara;
4.
Meningkatkan pemahaman
tentang kualifikasi pendidikan yang dikeluarkan pada konteks pendidikan yang
berbeda-beda.
Manfaat lainnya, SKPI juga
membantu pemegangnya dalam:
1. Meningkatkan
transparansi dan pengakuan (rekognisi)
2. Kemudahan
dibaca dan diperbandingkan antar negara
3. Memberikan rekaman karir akademik, keterampilan, dan prestasi
mahasiswa selama masa kuliah
4. Menekankan
pada kelayakan bekerja di dalam dan luar negeri
5. Menekankan
pembelajaran sepanjang hayat
6. Memfasilitasi
mobilitas mahasiswa
7. Meningkatkan
kelayakan bekerja lulusan di pasaran kerja internasional
8. Memperlancar
penerimaan mahasiswa baru
9. Meningkatkan profil institusi PT ke dunia internasional
Substansi Pokok SKPI
SKPI
pada intinya akan menjabarkan pemenuhan Standard
Kompetensi Lulusan (SKL) sebagaimana diamanahkan oleh Pasal 52 ayat (3) dan
Pasal 54 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi. SKL merupakan Capaian Pembelajaran Minimum (CPM) lulusan.
Capaian Pembelajaran menurut Peraturan Presiden no 8 tahun 2012 tentang
KKNI adalah kemampuan yang diperoleh
melalui internalisasi pengetahuan, sikap, keterampilan, kompetensi, dan
akumulasi pengalaman kerja. Uraian tersebut memuat uraian outcome dari semua proses pendidikan baik formal, nonformal, maupun informal, yaitu
suatu proses internasilisasi dan akumulasi
empat parameter utama yaitu: (a) Ilmu pengetahuan (science), atau pengetahuan (knowledge)
dan pengetahuan prakatis (know-how),
(b) keterampilan (skill), (c) afeksi
(affection) dan (c) kompetensi kerja
(competency) sebagaimana
diilustrasikan pada diagram Capaian Pembelajaran / Kompetensi Lulusan.
Untuk mempermudah
pemahaman, berikut disajikan deskripsi dari parameter yang diuraikan
sebelumnya:
1.
llmu pengetahuan (science) dideskripsikan
sebagai suatu sistem berbasis metodologi
ilmiah untuk membangun pengetahuan (knowledge)
melalui hasil-hasil penelitian di dalam suatu bidang pengetahuan (body of knowledge). Penelitian
berkelanjutan yang digunakan untuk membangun suatu ilmu pengetahuan harus
didukung oleh rekam data, observasi dan analisis yang terukur dan bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman manusia terhadap gejala-gejala alam dan sosial.
2.
Pengetahuan (knowledge) dideskripsikan
sebagai penguasaan teori dan keterampilan
oleh seseorang pada suatu bidang keahlian tertentu atau pemahaman tentang
fakta dan informasi yang diperoleh seseorang melalui pengalaman atau pendidikan
untuk keperluan tertentu.
3.
Pemahaman (know-how) dideskripsikan
sebagai penguasaan teori dan keterampilan
oleh seseorang pada suatu bidang keahlian tertentu atau pemahaman tentang
metodologi dan keterampilan teknis yang diperoleh seseorang melalui pengalaman
atau pendidikan untuk keperluan tertentu.
4.
Keterampilan (skill) dideskripsikan
sebagai kemampuan psikomotorik (termasuk
manual dexterity dan penggunaan
metode, bahan, alat dan instrumen) yang dicapai melalui pelatihan yang terukur dilandasi oleh pengetahuan (knowledge) atau
pemahaman (know-how) yang dimiliki seseorang mampu
menghasilkan produk atau unjuk kerja yang dapat dinilai secara kualitatif
maupun kuantitatif.
5.
Afeksi (Affection) dideskripsikan
sebagai sikap (attitude) sensitif
seseorang terhadap aspek-aspek di
sekitar kehidupannya baik ditumbuhkan oleh karena proses pembelajarannya maupun
lingkungan kehidupan keluarga atau mayarakat secara luas.
6.
Kompetensi (competency) adalah
akumulasi kemampuan seseorang dalam melaksanakan
suatu deskripsi kerja secara terukur melalui asesmen yang terstruktur, mencakup
aspek kemandirian dan tanggung jawab individu pada bidang kerjanya.
Untuk
Pendidikan Tinggi, penyesuaian terhadap definisi Capaian Pembelajaran
berdasarkan Peraturan Presiden No. 8 tahun 2012 yang luas dan komprehensif
perlu dilakukan agar sejalan dengan karakteristik pendidikan tinggi.
Penyesuaian ini menghasilkan definisi CPM
dan digunakan sebagai ukuran untuk menilai kompetensi lulusan suatu program
studi. Standar Kompetensi Lulusan merupakan
Capaian Pembelajaran Minimum yang diperoleh melalui internalisasi: a. pengetahuan; b. sikap; dan c.
keterampilan. Sedangkan perumusan standar kompetensi lulusan mengacu pada
Kerangka Kualifikasi Nasional dengan
melibatkan kelompok ahli yang relevan dan dapat melibatkan asosiasi
profesi, instansi pemerintah terkait, dan/atau pengguna lulusan. Pengetahuan,
sikap, dan keterampilan dapat dinyatakan sebagai berikut:
•
Pengetahuan merupakan
penguasaan teori oleh mahasiswa dalam bidang ilmu dan keahlian tertentu, atau
penguasaan konsep, fakta, informasi, dan metode dalam bidang pekerjaan
tertentu.
•
Sikap merupakan penghayatan
mahasiswa tentang nilai, norma, dan aspek kehidupan yang terbentuk dari proses
pendidikan, lingkungan kehidupan keluarga, masyarakat, atau pengalaman kerja
mahasiswa.
•
Keterampilan merupakan
kemampuan psikomotorik dan kemampuan menggunakan metode, bahan, dan instrumen,
yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, atau pengalaman kerja mahasiswa.
Pengalaman kerja mahasiswa merupakan internalisasi kemampuan dalam melakukan
pekerjaan di bidang tertentu dan jangka waktu tertentu yang dapat diperoleh
melalui pelatihan kerja, magang, simulasi pekerjaan, kerja praktek, atau
praktek kerja lapangan.
Secara
konseptual, pada setiap jenjang pendidikan yang berkesesuaian dengan jenjang
KKNI tertentu, pernyataan kualifikasi lulusan (CPM atau SKL) disusun dalam
bentuk deskripsi yang disebut Deskriptor
Kualifikasi. Ke tiga parameter dari CPM atau SKL diterjemahkan dalam empat
jenis uraian sikap dan tata nilai,
kemampuan di bidang kerja, pengetahuan yang dikuasai dan hak/wewenang dan tanggung jawab. Uraian tentang
parameter pembentuk setiap
Deskriptor KKNI adalah sebagai berikut:
1.
Sikap dan tata nilai: Komponen ini menjelaskan moral, etika, dan nilai-nilai
yang menjadi jati diri setiap SDM
produktif Indonesia. Komponen ini tidak berkorelasi dengan jenjang kualifikasi
namun merupakan fondasi karakter dari setiap SDM produktif Indonesia,
mengandung aspek-aspek pembangun jati diri bangsa yang tercermin dalam
Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
2.
Kemampuan di bidang kerja: Komponen ini menjelaskan kemampuan
seseorang yang sesuai dengan bidang
kerja terkait, mampu menggunakan metode/cara yang sesuai dan mencapai hasil
dengan tingkat mutu yang sesuai serta memahami kondisi atau standar proses
pelaksanaan pekerjaan tersebut.
3.
Pengetahuan yang dikuasai: dimaksudkan bahwa deskriptor
kualifikasi harus menjelaskan cabang
keilmuan yang dikuasai seseorang dan mampu mendemonstrasikan kemampuan
berdasarkan cabang ilmu yang dikuasainya tersebut.
4.
Hak/wewenang dan tanggung jawab: menunjukkan bahwa deskriptor
kualifikasi harus menjelaskan
lingkup tanggung jawab seseorang dan standar sikap yang dimilikinya untuk
melaksanakan pekerjaan dibawah tanggung jawabnya tersebut.
Data SKPI
SKPI1 minimal wajib memuat data
berikut:
1.
Logo dan Kop Surat Perguruan tinggi
2. Informasi tentang identitas diri pemegang
SKPI
– Nama Lengkap
– Tempat dan tanggal lahir
– Nomor Induk Mahasiswa
– Tahun Masuk
– Tahun Lulus
– Nomor Ijazah
– Gelar/sebutan lulusan
3. Informasi tentang identitas Penyelenggara
Program
Nama
Perguruan Tinggi
Status
Akreditasi Perguruan Tinggi saat SKPI ditandatangani
Nomor SK
Akreditasi Perguruan Tinggi saat SKPI ditandatangani
1 SKPI dikeluarkan oleh institusi pendidikan tinggi yang
berwenang mengeluarkan ijazah sesuai dengan paraturan perundang-undangan yang
berlaku.
SKPI hanya
diterbitkan setelah mahasiswa dinyatakan lulus dari suatu program studi secara
resmi oleh Perguruan Tinggi. SKPI diterbitkan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris.
SKPI yang
asli diterbitkan mengunakan kertas khusus (barcode/hallogram
security paper) berlogo Perguruan Tinggi, yang diterbitkan secara khusus
oleh Perguruan Tinggi
Penerima SKPI dicantumkan
dalam situs resmi Perguruan Tinggi
•
Nama Program Studi
•
Status Akreditasi Program Studi saat SKPI
ditandatangani
•
Nomor SK Akreditasi Program Studi saat SKPI
ditandatangani
•
Jenis pendidikan (akademik, vokasi, atau
profesi)
•
Jenjang pendidikan
Jenjang
kualifikasi sesuai KKNI Persyaratan penerimaan
Bahasa
pengantar kuliah
Sistem
penilaian (Uraian gradasi penilaian dan penjelasannya) Lama studi reguler
Jenis dan
jenjang pendidikan lanjutan Status profesi (bila ada)
4. Informasi tentang isi kualifikasi dan hasil
yang dicapai
Bagian
ini berisi Capaian Pembelajaran (CP)
lulusan yang berdasarkan UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan UU no 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dinyatakan sebagai Kompetensi Lulusan (KP), dituangkan
dalam deskripsi sikap dan tata nilai,
kemampuan di bidang kerja, pengetahuan yang dikuasai dan hak/wewenang dan tanggung jawab.
Tambahan
informasi terkait dengan prestasi lulusan (selama menjadi mahasiswa) dapat
ditambahkan di SKPI ini seperti perolehan penghargaan, sertifikat, atau
keikutsertaan yang bersangkutan dalam berbagai organisasi yang kredibel.
5. Sistem pendidikan tinggi di Indonesia dan
Kerangka kualifikasi Nasional Indonesia
6. Pengesahan SKPI
– Tanggal
– Tandatangan
– Nama Jelas
– Jabatan (minimal
Dekan)
– Nomor Identifkasi pejabat penandatangan
– Cap PT (official
stamp)
7. Akuntabilitas SKPI
PT
bertanggung jawab sepenuhnya atas semua informasi yang disampaikan pada SKPI
ini
8. Lampiran
Lampiran
ini bersifat pilihan yang berisi tambahan informasi terkait dengan prestasi
lulusan (selama menjadi mahasiswa) seperti perolehan penghargaan, sertifikat
atau keikutsertaan yang bersangkutan dalam berbagai organisasi yang kredibel.
9. Akuntabilitas Lampiran SKPI
Lulusan
bertanggung jawab sepenuhnya atas semua informasi yang disampaikan pada
Lampiran SKPI.
Catatan Kaki
(a)
http://ec.europa.eu/education/policies/rec_qual/recognition/ds_en.pdf
(b)
Jo¨rg Markowitsch and
Claudia Plaimauer, Descriptors for competence: towards an international
standard classification for skills and competences, Journal of European
Industrial Training Vol. 33 No. 8/9, 2009, pp. 817-837
(c)
http://ec.europa.eu/education/lifelong-learning-policy/ds_en.htm
(d)
http://unic.ac.cy/study-with-us/diploma-supplement/
(e)
http://www.i-b-h-consulting.com/pdf/diploma-supplement.pdf
(f)
http://europass.cedefop.europa.eu/en/documents/european-skills-passport/diploma-supplement/examples
(g)
http://www.nzqa.govt.nz/assets/About-us/Our-role/consdipsupp.pdf
(h)
http://www.asean.org/news/item/declaration-of-asean-concord-ii-bali-concord-ii